Merindu belahan jiwaku, seorang wanita pendamping hidup, pengisi kekosongan jiwa. Kehidupan yang diberkahi. Meski tak ku mengetahui siapa gerangan nama bidadariku itu. Kerinduan terus menjelaga. Kalau dituruti fikiran ini mungkin dapat kuketahui, dimana berdirinya saat aku pergi dan pulang, bagaimana rona wajahnya saat aku memanggil nama sayangnya, atau kegenitan suaranya saat manjanya terangkat.
Obat kerinduan hanyalah sebab datangnya rindu. Tak heran banyak orang yang jatuh sakit karena sebab rindunya pergi entah kemana dan tak kembali lagi.
Dia seorang yang energik, selalu ceria namun banyak malu-nya. Pernah suatu hari aku memanggil nama kecilnya dengan suara nyaring di hadapan teman-temannya. Yang kulihat merupakan ekspresi yang benar-benar diluar dugaan dan sekaligus merupakan momen yang sangat indah. Wajahnya merah padam, tapi senyuman yang indah menghiasi wajahnya. Dengan tergesa datang menghampiriku sambil mencubit tanganku dan berbisik "Bang.. Jangan disebut didepan banyak orang". Baru aku mengetahui dimana posisiku terhadap teman-teman dekatnya.
Hal tadi cuma sebuah kerinduan. Suatu yang tanpa ada akhir, berkembang, bertambah dan berkurang seiring dengan irama jiwa tanpa titik.
0 komentar:
Posting Komentar